Berulang lah lagi hari saat aku mulai kembali merasakan hati. Yang lama dalam diam, yang lama dalam kelam. Melihat tatapan mata yang diam-diam memperhatikan, yang berpura-pura tidak tau apa-apa saat kubalas melihat. Tak terhitung berapa kali dia melakukannya, tak terhitung juga berapa kali aku membalasnya, seperti ketagihan, ingin melihatnya lagi lalu lagi. Benar saja, jadi aku yang memandangnya dan jadi dia yang membalasnya. Kalau saja jam punya waktu untuk berhenti, pasti aku yang jadi tak punya waktu untuk berhenti melihatnya. Selagi dia diam, selagi dia tak tau, karena begitulah yang namanya mengagumi diam-diam. Tempat yang jauh adalah tempat yang dekat untuk melihat, tapi tempat yang dekat adalah tempat yang jauh, bisa apa bila sedang dekat dengannya? Paling sekedar menyapa, bicara seadanya atau bahkan di ada-adakan biar ada. Kelas tersingkat yang pernah ku alami, teman terdekat yang tau-tau pergi saat kelas berakhir, lalu tak pernah terlihat lagi. Hanya beberapa di dalam pesan, saling meledek, saling tertawa karna becandaan yang sama, tapi sayang, maya. Sekarang dia hanya teringat itupun kalau aku sempat memikirkannya, semakin sering mengingatnya malah semakin pudar wajahnya, mengingat bukan seperti melihat. Masalahnya dia seperti racun,sekali tenggak menyebarlah dengan cepat, racun yang ingin ku minum lagi dan lagi biar fikiran ku terus tertuju padanya dan ya, tak berhenti memikirkannya. Sayangnya hari tak akan jadi siang atau malam terus dan aku juga tak bisa bersamanya terus, mungkin suatu saat nanti aku akan menemukannya, atau dia menemukanku. Biarkan saja waktu kubuat menunggu hingga hari itu tiba dan tak kubiarkan berlalu. Belasan jam bercanda dengannya tanpa tau namanya, menjadi penasaran tersendiri yang tak mudah sembuh. Harusnya ku tanya, padahal aku tau bertemu dengannya hanya hari itu, dan lusa atau nanti belum tentu ada kesempatan menuntunku untuk bertemu dia lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar