Rabu, 24 Desember 2014

Biar Syair Menjawab

Menulis itu bagai melukis, hanya saja menulis berarti merangkai bongkahan kata yang terpisah menjadi suatu bagian yang indah. Sedangkan melukis berarti menggabungkan beberapa warna menjadi sebuah gambar yang memiliki arti dalam kehidupan. Sama saja seperti bernyanyi, mengisahkan sebuah syair tentang cinta dengan lantunan nada dan menjadi melodi paling indah yang tiada duanya. Seperti hal nya puisi, meyajakkan kata, mengumpamakan kalimat dan mengibaratkan bahasa. Dituangkan dalam baris serta berakhir dalam rima yang sama. Cinta mungkin saja berarti luka, segala kepahitan dan kesakitan. Namun kata yang seakan berwarna mengubahnya menjadi cerita. Bagai roman terkenal aku dan kamu menjadi bagian, satu dari dua hal yang tak pernah saling tau sebelumnya. Warna membuat kita menjadi nyata seakan bagian latar mendukung kisah bertemu dan menyatunya aku dan kamu. Tapi bagaimana cerita cintanya? Biar syair yang menjawab, biar nada yang melagukan dan biar melodi yang menyanyikan. Kita akan berjalan dengan iring petikan gitar yang membuat hati ingin riang dan perasaan ingin tertawa. Tapi kala sedih menghantam seakan terdengar gesekan biola mengeram menerkam seluruh hati dan menjatuhkan perasaan hingga berkeping-keping hancurnya. Namun setelah badai pergi, biarlah piano menghibur. Memainkan nada lembut dan kembali menjadi lagu yang utuh untuk menemani hati yang kembali bernyanyi. Sajak-sajak puisi seakan menjadi bisikkan sehari-hari yang terdengar di telinga dan masuk ke dalam otak. Terngiang. Ah, kamu membawaku terlalu dalam. Mungkin ini sebuah warna yang tak sengaja kulukis dalam kanvas yang kau punya. Putih akan tetap jadi putih bila tak ada biru yang menjadikan langit, tak ada merah yang menjadikannya tanah, tak ada hijau yang menjadikannya padang rumput panjang, dan tak ada hitam yang menjadikannya gelap. Mungkin mengusam tanpa warna lalu mati tanpa kenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar