Jumat, 28 Agustus 2015

Infinity Stone


Infinity stone adalah batu-batu yang memiliki kekuatan super dan memiliki kekuatan yang berbeda di setiap batunya. Ada 6 buah batu yang terdapat di seluruh alam semesta ini, namun baru 4 batu yang telah di temukan.

1. Tesseract (Space Stone)

Sebuah kubus milik asgard yang hilang beberapa ribu tahun lalu saat mereka datang ke bumi. Batu ini lalu jatuh ke tangan HYDRA, tepatnya Redskull dan kekuatan batu ini digunakan untuk menguasai dunia. Setelah pertarungan Redskull melawan Captain America, Tesseract membuat Redskull hilang entah kemana, dan tesseract pun terjatuh dikutub tak lama sebelum Captain America tenggelam. Tak lama kemudian Howard Stark menemukan batu ini, namun Captain America baru ditemukan 70 tahun kemudian. Dan sekarang 
Tesseract berada di Asgard.

 2. Loki's Scepter


Setelah terjatuh dari Asgard rupanya hidup Loki tak berakhir, Loki malah menjadi kaki tangan Thanos. Loki diberikan sebuah tongkat penguasa yang dapat mengendalikan orang lain, chiaturi bahkan alien. Tapi tongkat tersebut tak diberikan secara cuma-cuma oleh Thanos, melainkan ada sebuah tugas untuk Loki, yaitu merebut Tesseract yang berada ditangan S.H.I.E.L.D. Untungnya misi tersebut dapat digagalkan The Avengers dan Loki dibawa kembali ke Asgard, tapi tongkatnya hilang.

3. Aether (Reality Stone)
 

Zat atau kekuatan ini secara tak sengaja dihidupkan oleh kekasih Thor, Jane Foster. Dan zat ini pun nyaris dikuasai sosok yang bernama Malekith yang dibantu oleh segerombolan Dark Elf. Namun upaya itu digagalkan oleh Thor sehingga Aether jatuh ke pihak Thor. Awalnya Aether akan diletakkan bersama dengan Tesseract di Asgard, namun rasanya berbahaya apabila ada dua Infinity Stone ditempat yang sama, maka Lady Sif menyimpannya di tempat The Collector.

4. Orb (Power Stone)


Peter Quill alias Star-Lord berhasil mengambil Orb dari sebuah planet tak berpenghuni yang dijaga oleh pasukan Ronan The Accuser. Batu ini mengandung unsur Power Stone sehingga banyak pihak yang mengincarnya. Sempat terlepas dari genggaman Quill, batu ini pun jatuh ke tangan Ronan hingga membuat niat jahat Ronan untuk menjadi penguasa semakin menjadi-jadi. Namun Quill bersama rekan-rekan pelindung galaxynya berhasil merebutnya kembali dan meletakkan Orb ditempat yang aman, yaitu Nova Corp.

5. Loki's Scepter & Mind Stone


Tongkat Loki yang hilang ternyata jatuh ke tangan HYDRA. Avengers merebutnya kembali dari HYDRA dan membawanya ke menara Avengers. Yang mengejutkan adalah ternyata tongkat Loki menyimpan salah satu Infinity Stone, yaitu Mind Stone. Mind Stone pun diletakkan pada kepala dari tubuh yang menjadi bentuk fisik J.A.R.V.I.S ciptaan Tony Stark yang sekarang bernama Vision. Batu tersebut membuat Vision menjadi anggota Avengers yang memiliki Infinity Stone.

Sabtu, 07 Februari 2015

Selamat pagi, malam

Selamat pagi, malam. Aku terbangun lagi. Entahlah, dentingan jam ini membangunkanku. Menggangguku. Apa kabarmu? Ah, kenapa kau bangunkan aku, aku mungkin tak bisa banyak berbincang denganmu. Tapi langitmu terlalu gelap. Apa bintang-bintangmu tertidur? Bangunkan saja mereka agar langitmu tak segelap itu, dan kau tak akan menjadi malam yang ketakutan. Hei, hari ini tak begitu baik. Pagi terlalu menyejukkan untuk kutinggal pergi, siang terlalu panas hanya membuatku merasa tak nyaman. Senja tak terlalu buruk, tapi jalanan membuatku kesal, teralu ramai, membuatku sesak. Aku menunggumu kembali hingga aku tertidur, selamat pagi, malam. Aku merasa aman sekarang. Sampaikan salamku pada teman pagimu, katakan, buat aku semangat esok hari. Aku ingin menjadi lebih dari yang kemarin. Esok pasti akan tiba, meninggalkan masa yang terjadi hari ini dan membuatnya menjadi kemarin. Aku tak sedih, hanya saja belum banyak yang dapat kulakukan hari ini, belum ada yang bisa kubanggakan. Ada saran? Aku rasa tidak. Mengapa tidak kau ceritakan kisah tentangmu, tentang kelap-kelip bintang, lentera sang bulan, teriakan serigala. Aku penasaran, ceritakanlah. Akan aku anggap sebagai dongeng penidurku. Atau nyanyikan saja beberapa lagu, tiupan anginmu akan menghipnotisku. Hei, apa kau juga tertidur? Lagu-lagu tlah kunyanyikan, bintang tlah kuhitung banyaknya, rembulan menyilaukan mata, dan ku menunggu pagi menjelang. Selamat pagi, malam. Dinginmu menyejukkan membuatku merasa nyaman. Kini ku tlah lelah, sampai bertemu nanti, beberapa jam lagi. Selamat malam, pagi.

Jumat, 06 Februari 2015

Hujan diluar

Memandangi hujan diluar
Menghitung butiran air dijendela
Kala senja diujung hari
Saat dingin menusuk hati

Angin bertiup menggoyahkan daun
Hujan yang membasahi sepanjang tahun
Dalam sendiri yang terdengar sunyi
Suara rintik tak henti bernyanyi

Seingatku hujan terus bersenandung
Teruslah jatuh hingga tak berlalu
Aku suka melihat langit biru yang mendung
Menyanyikan lagu dengan haru dan seteguk rindu

Selasa, 03 Februari 2015

Cahaya Itu (2)

Tetaplah terbakar, aku tak akan berhenti memanggil namamu dalam setiap putaran dimensi waktuku. Aku tak mau melepasmu disepanjang jalanku, biar jalan itu tau kalau aku pernah melewatinya berdua denganmu sembari menggenggam tangan kananmu. Dan jangan memohon padaku untuk melepas pelukanku, itu sia-sia. Kuatku dan eratku hanya kuhabiskan untuk memelukmu. Melindungimu dari galaknya semesta dan buasnya musuh-musuhmu. Tetaplah terbakar. Tetaplah menjadi hati yang tersulut. Menghantam bintang-bintang diantara malam dengan api cintamu yang tak pernah padam. Biarkan merah tetap menjadi darah. Mengalir sederas ombak menemani aliran dalam nadimu, membawa sepintas masa, menghidupkannya lagi dalam raga dan jiwa, jiwa yang terbakar. Rasakan hatimu, bawa aku menjelajah kesitu, membuat masa depan menunggu, karena iya atau tidak hari ini pasti berlalu. Menghapus dongeng masa laluku, masa lalumu. Menulis skenario baru, layaknya sebuah drama klasik. Taman taman di angkasa akan menyambut, bunga-bunga yang kembali hidup, mengharumkan nafas dalam ruanganku bersamamu, dalam teduhnya hati. Kau tak akan sendiri bila pergi, aku di sampingmu menemani, dibelakangmu mengikuti, didepanmu memimpin langkahmu. Kau tak akan tertawa sendiri, aku bersamamu bercanda sesuka hati. Kau tak akan menangis sendiri, kau dipelukku, menunggu kesedihan ini berakhir, melihat masa berganti, menunggu waktu berotasi, membuat hari tua menanti, karena kita akan ada disana suatu hari nanti.

Cahaya Itu (1)

Coba dengar, bagaimana aku mengucap namamu diakhir kalimat 'aku sayang kamu', lalu fikirkan, apa mungkin aku akan begitu saja meninggalkanmu, mendorongmu jatuh ke dalam jurang yang penuh dengan ketakutan terbesarmu, penuh kekhawatiran terbesarmu. Coba lihat, seperti apa aku menggenggam tanganmu sepanjang jalan menuju suatu tempat dimanapun itu. Lalu bayangkan, apa mungkin aku akan tega mengecewakanmu, membiarkanmu terluka hingga sakit terus membelenggumu. Coba peluk seperti aku memelukmu, lalu rasakan bagaimana eratnya, bagaimana sulitnya melepaskanmu. Aku terlalu dalam, aku tak terjatuh, aku yang berjalan menuju tempatmu menungguku. Rumah ternyaman dalam hatimu, rumah tertentram dalam sisa hidupku. Badai pasti menderu, tapi jangan pernah takut, aku tak terlahir untuk meninggalkanmu dan aku tak terjatuh untuk membawamu. Dengar kata hatimu, hati yang bicara tak akan menjauhkanmu dari apa yang ada seharusnya. Sejenak biarkan api membakarmu, meredam dendammu, menggantikan amarahmu, tak ada lagi biru yang menjadi kelabu, kau tau aku seperti aku tau kamu. Biar api menyulut kayu-kayu yang telah padam dan melemahkanmu, itu apiku, membakar cintamu lagi yang telah hangus dan padam dalam waktu diantara ribuan malam yang dinginnya menghantam. Apiku tak sepanas amarahmu, tapi seterang cahayamu menyilaukan bintang sekalipun, menghancurkan harapan mereka, meyakinkanku bahwa kaulah cahaya itu. Kaulah lentera itu, kaulah jiwa yang tersulut itu.

Jumat, 16 Januari 2015

Momok/Hantu

Cepat lari secepat kau bisa, atau sembunyi apabila persembunyian bisa melindungimu. Irama langkahmu akan memecah keheningan dan aku akan dengan mudah menikmati melodinya hingga mencium aroma tubuhmu yang terselip di pohon-pohon rindang atau di gedung-gedung menjulang. Jangan dulu mati, aku tak akan pernah berhenti, mati hanya akan membuatmu jadi tak bisa menikmati. Jangan berhenti, terus saja berlari sebelum rasa lelahmu membantuku menemukanmu. Dan ya, aku akan membunuhmu. Memburumu seperti menepuk nyamuk dengan satu tangan, bahkan lebih mudah lagi. Jangan lelah dulu, paling tidak berusahalah melawan sebelum kau benar-benar tau seperti apa rasanya dijerat kematian. Aku bukan pemburu, tapi sepertinya separuh hidupku akan kuhabiskan untuk berburu. Aku tak membunuh kelinci atau kucing, mereka terlalu lemah untuk melawan. Aku lebih suka membunuh cheetah atau serigala, karena mereka terlalu bodoh untuk membunuh dan memangsa tanpa menggunakan topeng atau bulu domba. Membuatku naik darah dan berbalik ingin memangsa mereka, paling tidak sampai mereka tak bernyawa. Membuatnya tak berkutik dan tak melawan, lalu aku menjadi momok yang menakutkan untuknya. Atau menjadi hantu yang bergentayangan dikepalanya. Momok seram yang dianggap tak berbahaya padahal tidak, siapa yang menganggapku begitu sudah jelas salah. Sesekali aku akan menjadi hantumu, menakutimu, memburumu, lalu menjadi momok yang beringas untuk memangsamu.

Minggu, 04 Januari 2015

Jingga Seperti Senja

Aku ingin menyapa, betapa indahnya. Lihatlah, jingga seperti senja. Membawa bahasa yang seakan tak cukup untuk diungkapkan dengan kata. Melantunkan nada yang membuat hati melayang-layang terpesona. Biarkan saja matahari tenggelam ke dalam samudera. Aku ingin melihat warnanya, jingga seperti senja. Hinggap didalam benak. Menjadi karang-karang kenangan, terpaku dalam ingatan, mengingatkan kalau suatu hari ia pasti datang. Yang indah warnanya, bercahaya dan menyilaukan mata. Sandikala, jingga seperti senja. Seperti terang namun tak sebenderang siang. Datanglah lagi esok hari, aku disini menantimu kembali.

Tirai

Seberapa kuat kau bertahan. Menutupiku dari tampiasnya air hujan. Melindungi dari hamparan cahaya yang menyilaukan. Bambu-bambumu menjadikanmu tirai. Kuat. Meskipun angin pasti menggoyahkan. Menggantung di langit-langit menunggu dibuka untuk sekedar meneduhkan. Menunggu kembali ditutup biar dinginnya angin malam tak menghancurkan. Apa tirai punya hati? Tidak. Tapi tirai mengerti siapa yang harus dilindungi.

Jumat, 02 Januari 2015

Kalau Hujan Reda

Kalau hujan reda, aku datang nanti. Bertemu dan sekaligus membunuh rindu. Menjumpai sisa kenangan yang pernah kutinggalkan hingga aku berfikir aku kehilangan. Kalau hujan reda, aku akan segera sampai disana. Melihatmu tertawa karena candaan kita yang aku harap masih sama lucunya seperti saat kita tertawa dulu. Kalau hujan reda, aku bawakan seikat bunga. Bunga dan tangkainya yang bisa layu bila tak kau jaga dengan sepenuh hatimu. Kalau hujan reda, dengarkan aku sedikit bercerita. Tentang bagaimana aku melalui hidupku sementara kau jauh dari tempatku. Melihatmu dipelupuk mata namun tak ada daya untuk memeluk. Mendengar suaramu memanggil namun tak ada yang dengar saat ku panggil. Mimpi-mumpiku jadi ruang untuk bertemu denganmu. Khayalanku jadi tempat meletuskan kerinduan, meski ku tau itu hanya membuat ku semakin ketagihan untuk merindukanmu. Tidak ada sedetik dalam hidupku yang kulalui tanpa memikirkanmu. Tidak ada hari dimana aku tak pernah merindukanmu. Kalau hujan reda, berjalan-jalanlah denganku. Nanti kita beli gula-gula yang manis, biar gula-gula itu jadi penerjemah bagaimana perasaanku bila aku melewati hidup bersamamu, manis. Tak apa bila hanya gerimis. Aku hanya takut hujan membasahimu lalu membuatmu sakit. Kalau hujan reda, aku ingin memelukmu, berbagi rindu. Dan kubiarkan hujan tak pernah reda biar pelukanmu tak lepas dariku.

Ada Diam Yang Bicara

Di sekeliling kucoba temukan jawaban, hal-hal busuk yang tak begitu menarik perhatian. Ah bagaimana bisa, aku terngiang suara keheningan yang berteriak seakan ingin memecahkan pita suara. Pertanyaanku tak berbuah jawaban. Aku merasa kesia-siaan ini semakin menjadi nyata membuat uluh hatiku terkoyak, melumpuh dalam pekat, segelap kelam tak bersirat. Ingin meledakkan amarah, tapi tak tau harus kemana, bukan padamu, bukan juga pada siapa. Aku hening saja dalam diam. Menikmati kesunyian yang berpadu suara senyap. Ini menggelitik. Seleraku hilang untuk mencinta, begitu juga rindu yang menggebu ingin kubunuh, tak ada lagi hal busuk yang menjadi pengganggu. Ada diam yang bicara, saat ku kehabisan kata dan tak tau harus bilang apa, hanya merangkai keheningan dengan pola dan rima yang sama, menunggu sampai kau sadar bahwa aku sedang diam untuk menunggumu mendengar. Aku dimaki kesenyapan, tergelincu dalam kepekatan, rasanya gelap, dan separuh hatiku tak bertuan. Seikat kata yang ku punya sudah habis. Keinginan untuk membuatmu mengerti telah terkikis. Biar diamku saja yang bertanya, biar bicara, biar kau tau bagaimana rasanya. Aku tak perlu jawaban, aku sudah tau isi hatinya.