Selasa, 03 Februari 2015

Cahaya Itu (1)

Coba dengar, bagaimana aku mengucap namamu diakhir kalimat 'aku sayang kamu', lalu fikirkan, apa mungkin aku akan begitu saja meninggalkanmu, mendorongmu jatuh ke dalam jurang yang penuh dengan ketakutan terbesarmu, penuh kekhawatiran terbesarmu. Coba lihat, seperti apa aku menggenggam tanganmu sepanjang jalan menuju suatu tempat dimanapun itu. Lalu bayangkan, apa mungkin aku akan tega mengecewakanmu, membiarkanmu terluka hingga sakit terus membelenggumu. Coba peluk seperti aku memelukmu, lalu rasakan bagaimana eratnya, bagaimana sulitnya melepaskanmu. Aku terlalu dalam, aku tak terjatuh, aku yang berjalan menuju tempatmu menungguku. Rumah ternyaman dalam hatimu, rumah tertentram dalam sisa hidupku. Badai pasti menderu, tapi jangan pernah takut, aku tak terlahir untuk meninggalkanmu dan aku tak terjatuh untuk membawamu. Dengar kata hatimu, hati yang bicara tak akan menjauhkanmu dari apa yang ada seharusnya. Sejenak biarkan api membakarmu, meredam dendammu, menggantikan amarahmu, tak ada lagi biru yang menjadi kelabu, kau tau aku seperti aku tau kamu. Biar api menyulut kayu-kayu yang telah padam dan melemahkanmu, itu apiku, membakar cintamu lagi yang telah hangus dan padam dalam waktu diantara ribuan malam yang dinginnya menghantam. Apiku tak sepanas amarahmu, tapi seterang cahayamu menyilaukan bintang sekalipun, menghancurkan harapan mereka, meyakinkanku bahwa kaulah cahaya itu. Kaulah lentera itu, kaulah jiwa yang tersulut itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar